Friday, April 20, 2012

FILSAFAT ILMU

PARADIGMA DALAM FILSAFAT ILMU
POSITIVISME DAN FENOMENOLOGI

Paradigma yaitu perspektif atau kerangka acuan untuk memandang dunia. Apabila diartikan secara umum adalah sebagai perangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menentukan seseorang dalam bertindak sehari-hari. Bisa di ibaratkan sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya.

A.    POSITIVISME
Positivisme adalah apa yang berdasarkan fakta-fakta. Tokoh yang memperkenalkan ajaran Positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857). Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Berbeda dengan empirisme yang menerima pengalaman bathiniah atau subjek sebagai sumber pengetahuan.

Keyakinan dasar akidah ini berakar dari paham ontologi realisme (apa yang ada pada kenyataan yang sesuai dengan hukum alam)

Upanya dari penelitian posiivisme adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan yang dimana pengkajiannya menggunakan metodologi eksperimen empirik. Contohnya; fakta sosial.

Syarat-syarat positivisme meliputi;
1.    Peneliti terjun secara langsung
2.    Objek yang jelas
3.    penelitian secara mendalam
4.    Pengumpulan data
5.    Penyimpulan

Adapun Objek ilmu pengetahuan dalam positivisme harus memenuhi syarat:
1.    Dapat di / teramati (Opserteble)
2.    Dapat di/ terulang (Repeatable)
3.    Dapat di/ terukur (Measurable)
4.    Dapat di/ teruji (Testable)
5.    Dapat di/ teramakan (Predictable)

Syarat bagian pertama sampai dengan tiga merupkan syarat yang diberlakukan atas objek ilmu pengetahuan. Sedangkan dua syarat terakhir, diberlakukan atas proposisi-proposisi ilmiah. Karena syarat-syarat itulah paradigma positivisme ini sangat behavioral, oprasional, dan kuantitatif.

B.    FENOMENOLOGI
Fenomenologi secara bahasa diartikan gejala, secara istilah yaitu suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakkan diri. Dapat diartikan sebagai suatu metode berfikir tertentu yang teliti secara Khas.

Tokoh terkenal filsafat fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938). Ia berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang dan manusia dapat mencapainya. Inti pemikiran dalam filsafat ini adalah untuk menemukan pemikiran secara benar.

Penganut faham filsafat fenomenologi  Max Scheller (1874-1928), dan Nicolai Hartma. Scheller mengemukakan bahwa yang diutamakan dalam filsafat ini adalah penyelidikan secara fenomenologi etika dan filsafat agama. Yang artinya manusia itu bukanlah pencipta nilai tingkah laku, melainka nilai-nilai itu berlaku lepas dari pada manusia.

Ada tiga reduksi yang ditempuh untuk mencapai realitas fenomena dalam pedekatan fenomenologi, yaitu;
1.    Reduksi Fenomenologis (menampakkan diri)
Ini merupakan pembersihan diri dari segala subjektivitas yang dapat mengganggu perjalanan mencapai realitas.
2.    Reduksi Eidetis (inti sari)
Ialah penyaringan atau penempatan yang menghasilkan penilikan realitas. Reduksi ini menunjukkan bahwa dalam fenomenologi kriteria kohersi berlaku. Artinya, pengamatan-pengamatan yang beruntun terhadap objek harus dapat disatukan dalam suatu horizon yang konsisten
3.    Reduksi Fenomenologi-Transendetal
Dalam reduksi ini bukan lagi mengenai ojek atau fenomena, bukan mengenai hal-hal yang menampakkan diri kepada kesadaran Reduksi, ini merupakan pengarah ke subjek dan mengenai hal-hal yang menampakkan diri dalam kesadaran yang menghasilkan aktus kesadaran diri

Tujuan kesemua reduksi adalah menemukan bagaimana objek dikonstitusi sebagai fenomena asli dalam kesadaran manusia.


SIMPULAN
Positivisme adalah  apa yang berdasarkan fakta-fakta. Sedangkan Fenomenologi secara bahasa diartikan gejala jika secara istilah yaitu suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakkan diri

Positivisme dan fenomenologi merupakan kajian dalam mencari kebenaran yang dimana untuk menuju jalan kebenaran tersebut didapat melalui pengalaman dan kenyataan (menampakkan diri) dengan syarat-syarat sebagai berikut;
Positivisme:
1.    Dapat di / teramati (Opserteble)
2.    Dapat di/ terulang (Repeatable)
3.    Dapat di/ terukur (Measurable)
4.    Dapat di/ teruji (Testable)
5.    Dapat di/ teramakan (Predictable)

Fenomenoogi:
1.    Reduksi Fenomenologis (menampakkan diri)
2.    Reduksi Eidetis (inti sari)
3.    Reduksi Fenomenologi-Transendetal






DAFTAR PUSTAKA

Harun Hadiwidjono, Sari Sejarah filsafat Barat
K. Bertens, Filsafat Barat dalam Abad XX, Dan Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia.
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Belukar, Yogyakarta.
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat & Etika, Kencana, Jakarta.
Ulya, Filsafat Ilmu.

0 comments: