Thursday, May 3, 2012

Seputar Wanita


MENJAGA KEBERSIHAN
                             DAN
                    KECANTIKAN

I.     PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama fithrah (suci) yang sangat memperhatikan kesucian dan kebersihan. Hal ini banyak disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan tentang kebersihan adalah ayat 222 Surah Al-Baqarah : "Sesungguhnya Allah menyu-kai orangorang yang taobat dan menyukai orangorang yang mensucikan diri".
Dan diantara hadits-hadits Nabi SAW yang menyebutkan tentang kebersihan adalah hadist riwayat Ahmad, Muslim dan Turmuzy dari Abi Malik Al-Asy'ary, artinya "Kebersihan itu adalah sebagian dari iman".
Dari Ayat dan hadist yang telah disebutkan di atas jelas bahwa Islam itu adalah agama suci, senang kepada keber-sihan dan kepada orang yang melakukannya, di mana Allah SWT menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Bahkan Rasulullah SAW telah menetapkan, bahwa keber-sihan itu adalah sebagian dari iman. Oleh sebab itu, tidak sempurna iman seseorang, jika ia tidak menjaga kebersihan(thaharah). Karena pentingnya masalah kebersihan ini, para ulama telah meletakkannya pada bab khusus dalam buku-buku fiqih dan pada bab pertama, bahkan dalam buku-buku hadist juga pada umumnya demikian, dengan nama Kitab Thaharah (Kitab tentang kebersihan).
Di samping Islam memerintahkan untuk menjaga kebersihan, Islam juga menghimbau untuk memelihara kecan-tikan. Memelihara kecantikan ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan menghiasi diri dengan pakaian yang indah dan menarik, mibuai cat rambut, cat kuku, make up dan lain-lain.
Berhubung luasnya pembahasan tentang kebersihan dan kecantikan, maka tulisan ini dibatasi pada masalah-masalah yang bertalian dengan wanita. Ini pun hanya yang penting-penting saja dan tidak lagi membahas masalah-masalah yang bertalian dengan kebersihan wanita dalam hal haidh, nifas dan istihadhah.


II.   PEMBAHASAN :

A.     Hal-hal yang Memerlukan Keber-sihan bagi Wanita.
Wanita wajib membersihkan diri (thaharah) dari haidh dan nifas. Sekalipun wanita membersihkan dirinya karena mengeluarkan darah menstruasi dan nifas, tetapi badannya tidak menyimpan sesuatu yang kotor dan najis yang mungkin menimbulkan sesuatu penyakit, Pria wajib melakukan khitan hingga terbuang kulup yang dibawanya yang menyimpan kotoran, Keberadaan atau wujudnya dalam tubuh pria membawa penyakit kanker. Kalau khitan wajib terhadap pria, tidaklah wajib terhadap wanita (sunnah atau kemuliaan bagi wanita). Ini berarti bahwa wanita mempunyai satu rahasia. Tubuhnya bersih dan karena kebersihannya itu, ia tidak boleh dinikahi oleh pria yang tidak dikhitan.

Ulama berbeda pendapat (mazhab) tentang hukum khitan kepada tiga mazhab :
1.      Khitan wajib bagi laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibn Hanbal dalam satu riwayat, 'Atha' dan Nasa'iy serta Mayoritas dari Ulama Syafi'iyah.
2.      Khitan sunnah bagi laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu : pendapat Imam Malik, Abu Hanifah dan sebagian ulama Syafi'iyah.
3.      Khitan wajib bagi laki-laki, sunnah dan kemuliaan bagi wanita. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi'iyah.

Adapun hikmah wanita dikhitan antara lain adalah untuk menstabilkan syahwatnya. Wanita yang tidak dikhitan kuat syahwatnya, banyak cenderung kepada laki-laki, sehingga kadang-kadang kalau tidak kuat iman, wanita itu mengejar laki-laki yang ia cintai/senangi seperti halnya wanita non-muslimah yang tidak dikhitan jiwanya tidak tenang, suka gelisah, cepat stres dan lain-lain.
Demikian pula jika seandainya dalam khitan terhadap wanita ini agak banyak dipotong kulit vulvanya (bazr = plaeputium clitoridis = penutup kulit kelentit), akan melemahkan syahwatnya. Akibatnya suaminya tidak puas dan kalau suami ini tidak puas karena isterinya dingin, sedang ia tidak setia, maka ia mencari wanita yang lain dan akhirnya rumah tangga akan berantakan.
Oleh sebab itu menurut riwayat dari Al-Dhahhak Ibn Qais dalam kitab Al-Mustadrak, disebutkan, bahwa di Madi-nah ada seorang wanita yang bernama Ummu 'Athiyyah (tukang khitan anak perempuan) mengatakan, Rasulullah berkata: "Potong sedikit dan jangan banyak, karena khitan itu menjadikan wajah berseri dan membahagiakan suami".
Wanita di zaman Rasulullah juga dikhitan menurut riwayat Imam Ahmad Ibn Hanbal berdasarkan hadist "Apabila dua khitan (kemaluan lelaki dan wanita) telah bertemu, maka wajiblah mandi. (HR. Al-Nasaiy, Al-Turmuzy dan Ahmad. Hadist ini menunjukkan bahwa wanita di zaman Rasulullah juga dikhitan.
Menurut DR. Ali Akbar, yang diikuti oleh M. AIi Hasan dalam kitabnya Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, bahwa wanita yang tidak dikhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suaminya bila bersetubuh, karena kelentitnya mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada zakar lelaki dan kanker pada leher rahim wanita, sebab di dalamnya hidup hama virus yang menyebabkan kenker tersebut.
Selanjutnya M. Ali Fiasan mengata-kan, bahwa Prof. Dr. Hinselman juga beranggapan bahwa laki-laki yang tidak berkhitan bisa menjadi penyebab timbulnya kanker leher rahim bagi wanita pasangannya.
Dalam riwayat Bukhariy, Muslim dan Ahmad dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : "Ada lima hal yang termasuk dalam kesucian, yaitu "khitan, mencukur rambut yang tumbuh disekitar kemaluan, menggunting kumis, memo-tong kuku dan mencabuti bulu ketiak".
Dalam riwayat Aisyah RA disebutkan, bahwa Rasulullah bersabda :"Ada sepuluh macam termasuk dalam kesucian, yaitu : menggunting kumis, memelihara jenggot, menggosok gigi, membersihkan hidung, memotong kuku, membersihkan jari-jari tangan dan kaki, mencabut bulu ketiak dan mencukur rambut disekitar kemaluan istrinja`".
Kedua hadist tersebut menerangkan tentang hal-hal yang dipandang sebagai fitrah (kesucian) yang harus dilaksanakan oleh laki-laki dan wanita (sunnat hukum-nya), karena dengan melaksanakan hal-hal tersebut, berarti mereka telah menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan termasuk sebagian dari iman sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi SAW.
Bersuci dan menjaga kebersihan menurut ajaran Islam berlaku secara umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Bersuci dalam pengartian berwudhu dan mandi junub, cara wudhu', dan cara mandi junub yang dikerjakan wanita tidak berbeda dengan cara mandi yang dikerjakan oleh laki-laki, baik kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, maupun kesunahan-kesunahan yang berlaku.

Selanjutnya bertalian dengan ha-hal yang pada umumnya men-jadi kegema-ran wanita, ada dian-taranya yang da-pat mengham-bat tujuan untuk bersuci (thaha-rah), antara lain adalah :
1.      menggunakan kosmetik yang mengandung bahan kimia, atau ngandung najis. Menggunakan kosmetik dari bahan kimia tidak ada ketentuan yang melarang penggunaanya. Oleh sebab itu selagi bahan kimia itu tidak mengandung alkohol atau najis, maka boleh menggunakannya dan tentu dalam hal ini sesuai dengan niatnya dalam menggunakan kosmetik yang mengan-dung kimia itu. Karena kosmetik yang mengandung alkohol atau najis dikategorikan sebagai benda haram, maka haram pula menggunakannya.
Selanjutnya, bertalian dengan masalah kebersihan (thaharah) bagi wanita, dimana jika tidak ia laksanakan maka shalatnya tidak sah, adalah masalah bermimpi melakukan hubungan kelamin. Meskipun, secara medis, wanita itu tidak mempunyai sperma, hanya indung telur, tetapi kalau wanita itu bermimpi melakukan hubungan kelamin, maka ia wajib mandi junub seperti laki-laki, jika ada basah pada sekitar kelamin di saat terbangun dari tidurnya. Hal ini berdasarkan pada hadist Rasulullah SAW dari Awlah, bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang wanita bermimpi sebagaimana yang dialami laki-laki. Beliau menjawab :"Ia tidak wajib mandi sehingga keluar mani. Begitu pula laki-laki yang bermimpi tidak wajib mandi kecuali kalau keluar mani". (M.R,Ahmad dan A1 Nasaiy).

Berdasarkan hadist tersebut, maka wanita yang setelah melakukan onani, juga diwajibkan mandi junub. Sebab hasil kepuasan yang diperoleh dari onani itu tidak lepas dari keluarnya cairan sejenis sperma. Begitu pula jika rangsangan seksual wanita menguat hingga menye-babkan keluarnya cairan, sebagaimana laki-laki mengalami rangsangan kuat sehingga keluar spermanya, maka dia diwajibkan mandi junub.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa kewajiban mandi junub bagi wanita, bukan hanya terbatas pada pertemuan dua jenis kelamin secara langsung, tetapi juga mencakup berbagai aspek yang menyebabkan keluarnya cairan sejenis sperma dari diri wanita itu.
B.     Mempercantik Diri dalam Pandangan Hukum Islam.
Menurut fitrahnya, wanita cenderung kepada suka berhias, hal ini dibolehkan dalam Islam, selama dalam berhias (mempercantik diri) itu tidak untuk menarik perhatian pria dan membangkit-kan syahwat atau merangsang.

Adapun hiasan yang diharamkan oleh Allah antara lain adalah :
1.      Merubah ciptaan Allah
Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias seperti rnerubah ciptasn Allah yang oleh Alquran dinilai, bahwa merubah ciptaan Allah itu sebagai ajakan syetan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Nisa' Ayat 119 disebutkan "Sesungguhnya akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau merubah ciptaan Allah."

2.      Membuat tato, menipiskan alis, mengikir gigi dan operasi kecantikan.
Melakukan tato, menipiskan alis, mengikir gigi dan operssi kecantikan adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam hadist Qudsy dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah melaknat perempuan-perempuan yang mentato dan minta ditato, mencukur alis atau minta dicukurkan dan mengikir gigi dan minta dikikir giginya supaya menjadi cantik dan yang merubah ciptaan Allah. (N.R. Ahmad, Sukhary, Muslim Turmu:y, Abu Daud, Nasaiy dan Ibnu Majah).

3.      Menyambung Rambut
Imam Bukhary, Muslim dan Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar dalam hadits qudsy, bahwa Rssulullah SAW bersabda bahwa Allah melaknat perempuan-perempuan yang menyam-bung rambut dan minta disambungkan rambutnya. Selanjutnya dalam riwayat Bukhary, Muslim dan Nasaiy disebutkan, bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi SAW lalu ia berkata kepadanya :" Wahai Rasululah sesungguhnya anak saya akan kawin. Ia sakit sehingga rambtnya rontok, apakah boleh saya menyambung rambutnya ?". Maka Rasulullah rnenjawab : "Allah melaknat perempuan-perempuan yang menyambung rambut dan minta disambung rambutnya.
Imam Ahmad dan AL Laits berkata bahwa menyambung rambut yang dilarang dari hadits-hadits tersebut, adalah menyambung rambut dengan rambut.


4.      Menampakan perhiasan/aurat.
Di dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 31 disebutkan : "Dan janganlah para wanita menampakkan perhiasannya keauali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami, atau saudara laki-laki mereka atau putera saudara perempuan mereka, atau wanita wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan [terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengarti tentang aurat wanita."

Pengartian kalimat perhiasan (zinah) pada ayat tersebut dimakaudkan adalah aurat. Wanita tidak boleh menampakkan auratnya kecuali kepada muhrimnya, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas. Ini pun terbatas pada bagian tubuh yang berada di atas pusat dan di bawah lutut kecuali kepada suami, tidak ada bagian badan yang wajib ditutupnya.
Batas aurat itu berbeda-beda tergantung dengan perbedaan jenis kelamin dan dengan siapa wanita itu berhadapan. Aurat wanita berhadapan dengan Allah SWT, di waktu melaksanakan shalat, ihram dan lain-lain yang merupakan ibadah yang mengharus-kan tutup aurat, adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan aurat wanita berhadapan dengan orang yang bukan muhrimnya dalam keadaan normal adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan serta telapak kaki menurut seba-gian ulama, dan menurut jumhur Ulama yang dibolehkan terbuka di hadapan orang bukan muhrim hanya wajah dan telapak tangan saja. Menurut sebagian Ulama yang lainnya yang boleh dibuka hanya wajah saja, namun ada pula ulama yang berpendapat bahwa seluruh badan wanita itu wajib ditutup, karena semuanya aurat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa ulama sepakat bahwa menutup aurat itu wajib hukumnya, mereka berbeda pendapat hanya dalam menetapkan batas-batas yang wajib ditutup.

III.               PENUTUP
Demikianlah pokok-pokok pikiran tentang fiqih wanita dalam menjaga kebersihan dan kecantikan yang dapat penulis kemukakan. Semoga bermanfaat.

0 comments: